-->

Notification

×

Iklan

Iklan

Mahasiswa Curhat, Katanya Suka Ada Dosen Slow Respon

Friday, February 4, 2022 | 7:54:00 AM WIB Last Updated 2022-09-22T02:29:33Z
 


 
Beberapa mahasiswa curhat ketika ada dosen slow respon. Slow respon adalah istilah kaum milenial kalau pesan WhatsApp lambat dibalas. Antara lain centang satu berarti pesan tidak dibuka. Centang dua biru berarti pesan dibaca. Slow respon termasuk bila pesan WhatsApp centang dua biru tetapi tidak dibalas, meskipun fitur WhatsApp bisa diatur agar penerima pesan bisa membaca pesan masuk tanpa diketahui pengirimnya.
 
Nah, kebetulan saya sendiri dosen. Di WhatsApp saya menumpuk warna hijau dalam arti setumpuk antrian pesan belum dibaca, terutama kiriman di WhatsApp Group.
 
Mahasiswa chat dosen biasanya kalau mau bimbingan. Di antaranya yang paling sering bimbingan proposal skripsi dan bimbingan untuk sidang skripsi. Juga bimbingan yang lainnya. Ada kasus mahasiswi belum bisa daftar sidang skripsi karena dosen slow respon. Karenanya, mahasiswi yang bersangkutan menangis sedih.
 
Selaku dosen, saya biasa dikirim pesan oleh mahasiswa. Disebutnya pesan japri yakni jalur pribadi. Beberapa saya cepat membalas, tetapi beberapa yang lain memang ada yang tertunda. Kebanyakan mahasiswa japri kalau waktu mepet seperti ketika mau daftar sidang. Padahal, ideal bila bimbingan sejak semester pertama secara intensif untuk konsultasi akademik, khususnya penguatan skills dan kejar prestasi.
 
Oke deh, kita cari solusi.
 
WhatsApp merupakan sarana pribadi, bukan untuk komunikasi formal. Meskipun banyak digunakan media belajar dengan membuat WhatsApp Group belakangan ini. Sebagai sarana pribadi, bahkan, pendidikan tinggi di Arab Saudi membuat aturan tidak boleh mahasiswi kirim pesan japri kepada dosen laki-laki melalui WhatsApp. Sebaliknya, dosen laki-laki tidak boleh chat mahasiswi.
 
Sejak era internet, dunia pendidikan di negara maju seluruhnya menerapkan e-mail untuk komunikasi formal. Istilahnya bukan komunikasi melainkan korespondensi. Sejak itu, e-mail dijadikan sarana korespondensi resmi di dunia akademik. Semua institusi pendidikan maju membuat panduan korespondensi melalui email.
 
Contoh:
Kepada Yth.:
Dr. Wahyudin Darmalaksana, M.Ag.
Di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung
 
Dengan Hormat,
Saya Robiah Awaliyah NIM. 1181060068 Kelas B Semester VIII Jurusan Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Bapak merupakan dosen pembimbing II saya untuk penulisan skripsi. Sehubungan dengan hal ini, saya memohon kiranya Bapak dapat memberikan arahan dan petunjuk bagi kelancaran penulisan skripsi ini. Bersama ini saya lampirkan Draf Proposal dan Surat Keputusan (SK) Pembimbing Skripsi. Demikian, atas atensi dan perkenan Bapak saya ucapkan terimakasih.
 
Salam Takzim,
Robiah Awaliyah
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hadis
 
 
Di atas adalah contoh korespondensi formal dunia akademik. Meskipun keterlambatan membalas e-mail menjadi keresahan pula bila ditengok cuitan-cuitan para akademisi global di Twitter. Beberapa di antara mereka unggah status bahwa e-mail mereka belum ada balasan.
 
Terkait hal di atas, pendidikan tinggi di berbagai negara mewajibkan tenaga pengajar membuka e-mail tiap pagi, mengklasifikasi, dan membalas e-mail satu-persatu di jam kerja. Saya termasuk orang yang sepakat untuk menjadikan email sebagai korespondensi resmi dunia akademik di pendidikan tinggi.

Baca juga berita terkait: Dekan Himbau Mahasiswa Kirim Dokumen Lewat Email
 
Terakhir, slow respon sejauh ini bukan salah dosen dan bukan salah mahasiswa. Idealnya, komunikasi formal bukan melalui WhastApp. Hal paling utama adalah penting adanya manual, prosedur, dan instruksi kerja korespondensi formal melalui e-mail (surat elektronik).
 
 
Bandung, 04 Februari 2022
Wahyudin Darmalaksana, Kelas Menulis Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung
 

×
Berita Terbaru Update