KELAS MENULIS -- Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementrian Agama Republik Indonesia menyelenggarakan konferensi Islamic Ecotheology For The Future Of The Earth (ICIEFE) 2025 dengan mengusung tema “Islamic Eco-theology and the Climate Crisis: Building Ethical and Sustainable Pathways.”
Kegiatan internasional ini berlangsung selama dua hari, Selasa-Rabu, 15-16 Juli 2025, dan bertempat di Hotel Grand Sahid, Jakarta.
Mengundang para akademisi maupun praktisi dari berbagai latar belakang disiplin keilmuan, konferensi ini bertujuan untuk memahami, merumuskan, dan membentangkan jalan baru bagi pengembangan wacana ekoteologi Islam yang dapat membangun kesadaran akan tanggung jawab etis dan spiritual umat beragama terhadap alam semesta.
Setelah melewati proses review yang ketat, para peserta konferensi kemudian mempresentasikan riset masing-masing yang meliputi berbagai sub tema, mulai dari ajaran Al-Qur’an dan sunnah nabi terkait etika lingkungan hingga penguatan agenda kebijakan publik berbasis ekoteologi Islam.
Dari 22 peserta yang diundang dalam konferensi ICIEFE 2025 ini, dua orang di antaranya merupakan bagian dari keluarga besar civitas akademika UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Berpartisipasi bersama sejumlah akademisi studi Islam terkemuka, Alif J. Kurdi dan Fakhri Afif yang merupakan CASN Dosen Asisten Ahli Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung kemudian mempresentasikan naskah risetnya masing-masing.
Alif J. Kurdi dalam makalahnya, “Antroposentrisme Teologis: Telaah Ekoteologi Yusuf al- Qaradhawi dalam Ri'āyah al-Bī'ah fī Syarī'ah al-Islām,” mendiskusikan tuduhan terhadap ajaran antroposentrisme yang dibawa oleh agama-agama Abrahamik, terkhusus Islam, sebagai akar masalah dari krisis ekologis serta menjawab tuduhan tersebut dengan berargumen bahwa Islam berikut ajaran antroposentrismenya justru mustahil menjadi instrumen dari paradigma yang destruktif dan eksploitatif terhadap alam.
Sebab, alam itu sendiri merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari eksistensi manusia.
Dengan nada yang sama, Fakhri Afif dalam makalahnya “Animal and Human Relationality in the Qur’an: A Metaphysical Reconstruction for Islamic Ecotheology,” menegaskan pentingnya melibatkan perhatian terhadap hewan sebagai bagian esensial dari perbincangan ekoteologi Islam, mengingat bahwa kepunahan spesies tertentu dari kalangan hewan akan membawa dampak destruktif yang krusial bagi keragaman hayati maupun keseimbangan kosmos.
Dosen Ushuluddin ini mengusukan perspektif relasional terkait hubungan hewan-manusia untuk mengembangkan etika resiprokal dan bertanggung jawab dalam memahami dan memperlakukan hewan sebagai bagian dari ciptaan Ilahi sekaligus merupakan agen yang mendeterminasi keberadaan manusia.
Memasuki agenda penutupan, Direktur Jenderal BIMAS Islam, Prof. Dr. H. Abu Rokhmad, M.Ag., menyampaikan simpulan laporan kegiatan sekaligus sejumlah rekomendasi jangka panjang.
Dalam hal ini, Guru Besar ini menekankan perlunya merealisasikan gagasan-gagasan ekoteologi yang telah dipresentasikan dalam konferensi pada level konkret sehingga memberikan dampak yang luas pada masyarakat. Direktur mencontohkan upaya konkretisasi tersebut pada salah satu program BIMAS Islam yang mewajibkan calon pengantin yang hendak menikah agar menanam satu pohon.
Acara ini kemudian ditutup oleh Wakil Kementrian Agama Republik Indonesia, Dr. Romo H. R. Muhammad Syafi’i, S.H., M.Hum., dengan menganjurkan perlunya mengadakan konferensi akademis-internasional secara konsisten dan berkelanjutan untuk memberikan pendasaran teoretis yang solid dan komprehensif bagi komitmen dan program prioritas Kemenag RI terkait ekoteologi, sebelum akhirnya diejawantahkan ke dalam bentuk solusi maupun kebijakan publik.