Kata “entrepreneurship” berasal dari kata Perancis
“entreprende” yang berarti berusaha (Wijayanti, 2018). Istilah entrepreneurship sering disebut
dengan kewirausahaan (Muchson & MM,
2017). Ada banyak pengertian entrepreneurship (kewirausahaan)
di antaranya adalah sebuah proses usaha dimana seorang enterpreuner siap
menanggung risiko, bersikap responsif, kreatif dan inovatif, melaksanakan
pengelolaan (management) usaha (niaga), dan berfikir kemanfaatan bukan
untuk dirinya semata, melainkan juga untuk kebutuhan orang lain (Darwis, 2017).
Konsep enterpreneurship
dalam Islam dapat dipahami berdasarkan hadis. Hadis adalah apapun yang berasal
dari Nabi Muhammad Saw., baik yang tersebar di dalam kitab-kitab hadis maupun
teraktualisasi di masyarakat, yang dikenal dengan istilah sunnah (Soetari, 1994). Hadis mengenai enterpreneurship
sangat melimpah (Gusriani & Faulidi, 2017). Antara lain hadis riwayat Ahmad No.
2817, Nabi Saw. bersabda, “Aku tidak akan membeli suatu perniagaan yang aku
tidak mendapatkan keuntungannya” (Saltanera, 2015).
Pembahasan hadis tentang enterpreneuship merupakan
bidang kajian ilmu hadis. Ilmu hadis adalah ilmu tentang hadis (Soetari, 1994). Hadis tentang enterpreneuship dapat dijelaskan
melalui ilmu hadis berkenaan dengan status, pemahaman, dan pengamalan hadis (Darmalaksana, 2018). Berdasarkan pembahasan ilmu hadis ini, maka dapat ditarik
kesimpulan bagaimana enterpreneuship menurut hadis.
HASIL LATIHAN TAHAP II
Hasil penelitian
terdahulu:
Salsabila, H.,
Firdaus, M. Y., & Masrur, A. (2021), “Entrepreneurship from The Perspective
of Tafsir al-Misbah,” Gunung Djati Conference Series. Penelitian ini bertujuan membahas entrepreneurship
perspektif Tafsir al-Misbah. Metode penelitian ini bersifat kualitatif melalui
studi pustaka dengan
pendekatan tafsir. Hasil dan pembahasan
penelitian ini meliputi pengertian entrepreneurship, analisis Tafsir
al-Misbah, dan entrepreneurship perspektif Tafsir al-Misbah. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa Al-Qur’an memberikan pesan untuk senantiasa bekerja
keras, berinovasi, dan memanfaatkan fasilitas untuk produktifitas. Penelitian
ini merekomendasikan agar dilakukan kembali telaah mendalam terhadap aspek
lainnya mengenai entrepreneurship hingga melahirkan hal yang baru yang lebih
solutif (Salsabila et al., 2021).
Perbedaan penelitian
sekarang dengan hasil penelitian terdahulu:
Penelitian sekarang
dan hasil penelitian terdahulu memiliki kesamaan yaitu membahas entrepreneurship.
Akan tetapi, terdapat perbedaan antara penelitian sekarang dan penelitian
terdahulu. Penelitian terdahulu membahas entrepreneurship perspektif
Al-Qur’an, sedangkan penelitian sekarang membahas entrepreneurship menurut
hadis.
HASIL LATIHAN TAHAP V
Landasan Teori
Landasan teori
dibutuhkan untuk pondasi teoritis dalam melakukan pembahasan. Penelitian ini
menerapkan teori ilmu hadis. Di dalam ilmu hadis terdapat ilmu dirayah
hadis (Soetari, 2005), yaitu ilmu yang objek materialnya
ialah rawi, sanad, dan matan hadis. Rawi adalah
periwayat hadis, sanad ialah mata rantai periwayat hadis, matan
yaitu teks hadis (Darmalaksana, 2018). Ilmu hadis menetapkan syarat
kesahihan (otentisitas) suatu hadis, yaitu: Rawi mesti ‘adl (memiliki kualitas
kepribadian yang terpuji) dan dhabit (memiliki kapasitas keilmuan yang
mumpuni) serta tsiqah (memiliki integritas yang tidak diragukan) yakni
perpaduan antara ‘adl dan dhabit; Sanad mesti tersambung (mutashil)
dalam arti tidak boleh terputus (munfashil); dan Matan tidak
boleh janggal (syadz) dan tidak boleh ada cacat (‘illat) (Darmalaksana,
2020). Apabila memenuhi seluruh syarat
otentisitas, maka status hadis disebut shahih, sedangkan bila tidak
memenuhi salah satu syarat tersebut maka kualitas hadis disebut dhaif (Darmalaksana,
2020). Menurut ilmu hadis, hadis shahih
bersifat maqbul (diterima), sedangkan hadis dhaif bersifat mardud
(tertolak) (Soetari, 2005). Akan tetapi, hadis dhaif dapat naik
derajatnya menjadi hasan li ghairihi bila terdapat syahid dan mutabi
(Soetari, 2015). Syahid adalah matan
hadis lain sedangkan mutabi ialah sanad hadis lain (Mardiana
& Darmalaksana, 2020). Meskipun demikian, tidak setiap
hadis maqbul dapat diamalkan (ma’mul bih), dalam arti ada
kategori hadis maqbul tetapi tidak dapat diamalkan (ghair ma’mul bih)
(Soetari, 2005), hal ini bergantung konteks dalam arti situasi
dan kondisi.
HASIL LATIHAN TAHAP I
Permasalahan Utama:
Terdapat hadis tentang entrepreneurship.
Rumusan masalah:
Bagaimana hadis tentang entrepreneurship.
Tujuan penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk
membahas hadis tentang entrepreneurship.
Manfaat hasil penelitian:
Secara teoritis, penelitian ini
bermanfaat sebagai tinjauan ilmu hadis.
Secara praktis, penelitian
bermanfaat sebagai pengetahuan seputar entrepreneurship
menurut hadis.
HASIL LATIHAN TAHAP IV
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan menerapkan metode deskriptif-analitis (UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020). Jenis data penelitian ini merupakan
data kualitatif yang bukan angka. Sumber data penelitian ini meliputi sumber
primer dan sumber sekunder. Sumber data primer adalah Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam (Saltanera, 2015). Sedangkan sumber data sekunder
merupakan literatur yang terkait dengan topik penelitian ini yang bersumber
dari artikel jurnal, buku, dan lain-lain. Teknik pengumpulan data dilakukan
melalui penelitian kepustakaan (library research). Teknik analisis data
ditempuh melalui tahapan inventarisasi, klasifikasi, dan interpretasi (Darmalaksana, 2022b).
Secara khusus, metode
deskriptif-analitis dalam penelitian ini diambil dari bidang ilmu hadis,
khususnya metode takhrij hadis dan metode syarah hadis. Takhrij hadis adalah
proses mengambil hadis dari kitab hadis untuk diteliti otentisitasnya (Darmalaksana, 2020). Sedangkan syarah hadis ialah
penjelasan mengenai matan (teks) hadis untuk diperoleh suatu pemahaman (Soetari, 2015).
Terakhir,
interpretasi pada tahap analisis akan digunakan logika, baik logika deduktif
maupun logika induktif (Sari, 2017), hingga ditarik sebuah kesimpulan.
LATIHAN TAHAP VIII
Hasil Penelitian dan
Pembahasan
1. Hasil
Penelitian
Tahapan takhrij hadis mensyaratkan
untuk mengeluarkan hadis dari kitab hadis yang kemudian diteliti kesahihannya.
Setelah dilakukan pelacakan hadis dengan kata kunci “perniagaan” pada
Ensiklopedia Hadis Kitab 9 Imam, maka ditemukan hadis Imam Ahmad No. 2817.
Adapun redaksi teks hadis di bawah ini:
حَدَّثَنَا الزُّبَيْرِيُّ وَأَسْوَدُ الْمَعْنَى قَالَا
حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ سِمَاكٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
ابْتَاعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ عِيرٍ أَقْبَلَتْ
فَرَبِحَ أَوَاقِيَّ فَقَسَمَهَا بَيْنَ أَرَامِلِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ ثُمَّ
قَالَ لَا أَبْتَاعُ بَيْعًا لَيْسَ عِنْدِي ثَمَنُهُ و حَدَّثَنَاه وَكِيعٌ
أَيْضًا فَأَسْنَدَهُ
Telah menceritakan
kepada kami az-Zubairi dan Aswad al-Ma'na keduanya berkata; telah mengabarkan
kepada kami Syarik dari Simak dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata; Nabi ﷺ berniaga dari
kafilah yang datang, lalu beliau memperoleh keuntungan beberapa uqiyah,
kemudian beliau membagi-bagikannya kepada janda-janda Abdul Muththalib, lalu
beliau bersabda, “Aku tidak akan membeli suatu perniagaan yang aku tidak
mendapatkan harganya (keuntungannya).” Dan telah menceritakannya kepada kami
Waki' juga, lalu ia mensanadkannya (H.R. Ahamd No. 2817).
Tahap
berikutnya, penilaian para rawi dan ketersambungan sanad sebagaimana
tabel di bawah ini:
Tabel 1 menunjukkan
bahwa hadis Ahamd No. 2817 diriwayatkan oleh enam periwayat. Seluruh periwayat
hanya diketahui wafatnya saja, kecuali Ahamd Ibn Hanbal (164-241 H.). Para
ulama memberikan komentar positif, kecuali terhadap dua periwayat. Simak bin
Harb bin Aus dinilai di hadisnya ada sesuatu menurut an-Nasai’, banyak salah
menurut Ibu Hiban, dan jelek hafalannya menurut ad-Dzahabi. Syarik bin
‘Abdullah bin Abi Syarik dinilai shaduq terdapat kesalahan menurut Ibnu Hajar
al-‘Atsqalani.
Menurut teori ilmu
hadis, rawi pertama berarti sanad terakhir dan sanad
pertama berarti rawi terakhir (Soetari, 2015). Hadis di atas termasuk mutashil
(bersambung) dilihat dari persambungan sanad. Syarat persambungan sanad
adalah liqa (bertemu) antara guru dan murid (Soetari, 2015). Liqa dapat dilihat dari
keberadaan mereka sezaman dan berada di satu wilayah. Dilihat dari negeri, mereka berada di wilayah yang berdekatan, meskipun Simak bin Harb bin Aus tidak
diketahui negerinya. Guru dan murid dapat dikatakan sezaman walaupun kebanyakan
mereka tidak diketahui tahun lahirnya. Menurut teori ilmu hadis, para pewiwayat
hadis dapat diasumsikan usia mereka berkisar 90 tahun (Darmalaksana, 2020). Sehingga diprediksi para periwayat
dalam mata rantai sanad tersebut kemungkinan bertemu antara guru dan
murid.
Matan hadis di atas tidak
janggal dan tidak cacat. Tidak janggal dalam arti logis menurut akal sehat,
sedangkan tidak terdapat cacat dalam arti matan hadis tersebut tidak
bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang merupakan dalil yang lebih tinggi (Soetari, 2015).
Meskipun tidak dalam
bentuk lafadz yang sama, hadis riwayat Ahamd No. 2817 ini mendapat
dukungan dari kandungan hadis lain, yaitu Ahamd No. 24133, Muslim No. 2796,
Bukhari No. 884 dan No. 1648, Abu Daud No. 3063, dan lain-lain (Saltanera, 2015). Dengan perkataan lain, hadis
tersebut memiliki syahid dan mutabi (Mardiana
& Darmalaksana, 2020).
Hadis riwayat Ahamd
No. 2817 pada mulanya dhaif karena tidak memenuhi syarat shahih.
Sebab, ada dua orang periwayat, yakni Simak bin Harb bin Aus dan Syarik bin
‘Abdullah bin Abi Syarik dinilai negatif menurut komentar ulama. Namun, hadis
tersebut memiliki syahid dan mutabi sehingga derajatnya naik
menjadi hasan li ghairihi. Sebagaimana hadis shahih, hadis hasan
bersifat maqbul sebagai hujjah pengamalan Islam.
LATIHAN
TAHAP IX
2. Pembahasan
Hadis riwayat Ahmad
No. 2817 bersifat maqbul dalam arti diterima sebagai dalil. Dikisahkan
Nabi Saw. membagikan beberapa uqiyah kepada janda-janda Abdul Muththalib
dari keuntungan berniaga. Uqiyah adalah sebutan bagi sejumlah uang
dirham, yaitu satu uqiyah senilai 40 dirham dalam ukuran Hijaz (Abubakar, 2020). Hadis ini memberikan pesan bahwa
perniagaan dijalankan tiada lain untuk mengambil selisih sehingga diperoleh
keuntungan. Apabila maknanya diperluas maka untuk memperoleh keuntungan harta
hendaknya berdagang, berniaga, berwirausaha atau menjalankan enterpreneurship.
Selebihnya, keuntungan harta melalui aktivitas enterpreneurship dapat
dibagikan kepada orang-orang yang tidak mampu secara finansial, dan lebih
jauhnya lagi berperan untuk menumbuhkan perekonomian. Pada sisi ini, teks hadis
riwayat Ahmad No. 2817 layak diterima untuk spirit, motivasi, membangkitkan
jiwa, berniat secara sungguh-sungguh, bertindak kreatif, melakukan berbagai
inovasi, dan berorientasi pada pengembangan dunia kewirausahaan.
Hasil penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Salsabila, H., Firdaus, M. Y., & Masrur, A.
(2021) menyatakan, al-Qur’an menurut Tafsir al-Misbah memberikan pesan untuk
senantiasa bekerja keras, berinovasi, dan memanfaatkan fasilitas untuk produktivitas
(Salsabila et al., 2021). Petunjuk al-Qur'an ini dipertegas
lagi dalam hadis Ahmad No No. 2817 yang merupakan keteladanan Nabi Muhammad Saw.
sebagai enterpreneur yang sukses (Gusriani & Faulidi, 2017). Apabila generasi muda muslim di
Indonesia bertekad untuk bangkit menjadi enterpreneur, maka akan
mengejar ketertinggalan dari Singapura yang wirausahawannya telah mencapai
tujuh persen dari jumlah penduduknya, dimana Indonesia baru mencapai tiga
persen (Wulandari et al., 2021). Bukan hal yang mustahil al-Qur'an dan
hadis menjadi insipirasi, visi, dan strategi pengembangan enterpreneurship
di tanah air, hal ini mengingat penduduk muslim merupakan mayaroritas di
Indonesia (Qoni’ah, 2022).
Umat Islam
Indonesia, khususnya kalangan khawas, memiliki kewajiban menggali
rahasia-rahasia Ilahi di dalam Teks Suci (al-Qur'an dan hadis) berkenaan dengan
kesejahteraan menjadi nilai-nilai, prinsip, dan postulat transformasi ekonomi
di masa depan. Di samping itu, kaum khawas muslim memiliki kewajiban
mencermati, mendeteksi, dan memahami gejala, fenomena, dan bentuk-bentuk
perilaku ekonomi untuk dikonfirmasikan ke dalam postulat-postulat ekonomi Islam
hingga menghasilkan konsep, manajemen, dan konstruksi enterpreneurship
berprinsip Islam (Darmalaksana, 2022a). Sebuah prinsip yang ilahiah, profetik,
universal, etis, maslahat, implementatif, kreatif, inovatif, dan solutif dalam
persaingan secara sehat di dunia global. Apabila terumuskan dengan baik,
strategis, dan profesional, maka enterpreneurship Islam memiliki peluang
besar dalam “melawan” ekonomi kapitalistik dan sosialistik untuk berdiri di
tengah-tengah secara moderat sebagai alternatif bentuk enterpreneurship masa
depan. Oleh karena itu, generasi muda muslim hendaknya segera mengisi peluang
besar ini untuk mengukir kembali peradaban ekonomi Islam di masa keemasan (Rahmah & Idris, 2019) yang sendi-sendinya telah dibangun
oleh Rasulullah Saw. sejak masa Jahiliyah.
Era kecerdasan dan
era kemajuan digital sekarang ini mesti menjadi momentum pertumbuhan enterpreneurship
Islam. Hadis-hadis tidak boleh hanya menjadi "artefak" di dalam
tumpukan kitab-kitab hadis. Sebab, hadis-hadis adalah rekam jejak sejarah
Rasulullah Saw. dalam realitas nyata yang sudah semestinya terus mengalir dalam
kanal kehidupan umat hingga sekarang dalam wujud sunnah yang dinamik, inklusif,
fleksibel, adaptif, transformatif, mencerahkan, dan harus menyelesaikan
masalah. Transmisi hadis semestinya tidak terhenti pasca hadis-hadis dibukukan
dalam kitab-kitab hadis pada abad ke 8 silam (Soetari, 2005). Sebab, ekonomi Islam tidak mungkin
merujuk pada kitab Karl Marx tentang teori ekonomi politiknya (Kambali, 2017). Daripada itu, tidak mungkin
ujar-ujaran Max Weber sepenuhnya dianut tentang tindakan ekonomi, yakni
upaya memenuhi kebutuhan, termasuk di dalamnya upaya menguasai sumber
daya ekonomi dan mencari keuntungan (Rofi’ah & Munir, 2019). Jauh sebelumnya, kanjeng Nabi
Muhammad Saw. telah melakukan praktik ekonomi secara populis, non-eksploitatif,
dan mengubah tradisi Jahiliyah yang rakus, tampak, dan menciptakan budak-budak
tanpa hati dan perasaan (Gusriani & Faulidi, 2017). Di era revolusi industri yang penuh
dengan disrupsi dan ketidakpastian ekonomi sekarang ini, Islam sudah seharusnya
tampil sebagai soko guru enterpreneurship di bidang industri kreatif, start-up,
dan lain-lain.
Berdasarkan paparan
di atas, hadis Riwayat Ahamd No. 2817 bukan saja maqbul, melainkan ma’mul
bih. Nabi Saw bersabda: “Aku tidak akan membeli suatu perniagaan yang aku
tidak mendapatkan keuntungannya” (H.R. Ahamd No. 2817). Bagi pencapaian
keuntungan material diharapkan umat muslim, khususnya generasi muda, berusaha
menggiatakan entrepreneurship.
Silakan Klik File Doc Latihan Tahap IX
Daftar
Pustaka
Abubakar, A. (2020). Mahar sebagai Wasa’il
Maqasid al-Tabi’ah. ADHKI: Journal of Islamic Family Law, 2(2),
107–127.
Darmalaksana, W. (2018). Paradigma Pemikiran Hadis. JAQFI:
Jurnal Aqidah Dan Filsafat Islam, 2(1), 95–106.
Darmalaksana, W. (2020). Prosiding Proses Bisnis Validitas
Hadis untuk Perancangan Aplikasi Metode Tahrij. Jurnal Ushuluddin UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 1, 1–7.
Darmalaksana, W. (2022a). Filsafat dan Politik Hukum Islam
Perbankan Syariah. Sentra Publikasi Indonesia.
Darmalaksana, W. (2022b). Panduan Penulisan Skripsi dan
Tugas Akhir. Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Darmalaksana, W., Pahala, L., & Soetari, E. (2017).
Kontroversi Hadis sebagai Sumber Hukum Islam. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama
Dan Sosial Budaya, 2(2), 245–258.
Darwis, M. (2017). Entrepreneurship dalam Perspektif Islam:
Meneguhkan Paradigma Pertautan Agama Dengan Ekonomi. IQTISHODUNA: Jurnal
Ekonomi Islam, 6(1), 190_221-190_221.
Gusriani, R. Y., & Faulidi, H. (2017). Dakwah dalam
Bisnis dan Enterpreneur Nabi Muhammad SAW. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah,
11(21).
Kambali, M. (2017). Kritik Ekonomi Islam terhadap Pemikiran
Karl Marx tentang Sistem Kepemilikan dalam Sistem Sosial Masyarakat. JES
(Jurnal Ekonomi Syariah), 2(1).
Mardiana, D., & Darmalaksana, W. (2020). Relevansi Syahid
Ma’nawi dengan Peristiwa Pandemic Covid-19: Studi Matan Pendekatan Ma’anil
Hadis. Jurnal Perspektif, 4(1), 12–19.
Muchson, M., & MM, S. E. (2017). Entrepreneurship
(Kewirausahaan). Guepedia.
Qoni’ah, R. (2022). Tantangan dan Strategi Peningkatan Ekspor
Produk Halal Indonesia di Pasar Global. Halal Research Journal, 2(1).
Rahmah, N., & Idris, M. (2019). Masa Keemasan Keuangan
Islam (Perspektif Sejarah). Jurnal Ekonomi Bisnis Syariah, 2(1),
1–21.
Rofi’ah, K., & Munir, M. (2019). Jihad Harta dan
Kesejahteraan Ekonomi pada Keluarga Jamaah Tabligh: Perspektif Teori Tindakan
Sosial Max Weber. Justicia Islamica, 16(1), 193–218.
Salsabila, H., Firdaus, M. Y., & Masrur, A. (2021).
Entrepreneurship from The Perspective of Tafsir al-Misbah. Gunung Djati
Conference Series, 4, 177–187.
Saltanera. (2015). Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam.
Lembaga Ilmu Dan Dakwah Publikasi Sarana Keagamaan, Lidwa Pusaka.
https://store.lidwa.com/get/
Sari, D. P. (2017). Berpikir Matematis dengan Metode
Induktif, Deduktif, Analogi, Integratif dan Abstrak. Delta-Pi: Jurnal
Matematika Dan Pendidikan Matematika, 5(1).
Soetari, E. (1994). Ilmu Hadits. Amal Bakti Press.
Soetari, E. (2005). Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan
Dirayah. Mimbar Pustaka.
Soetari, E. (2015). Syarah dan Kritik Hadis dengan Metode
Tahrij: Teori dan Aplikasi (2nd ed.). Yayasan Amal Bakti Gombong Layang.
UIN Sunan Gunung Djati Bandung. (2020). Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi. UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Wijayanti, R. (2018). Membangun Entrepreneurship Islami dalam
Perspektif Hadits. Cakrawala: Jurnal Studi Islam, 13(1), 35–50.
Wulandari, D., Adinugraha, H. H., Safii, M. A., Mutaqin, S.,
& Andrean, R. (2021). Berwirausaha Trendy Melalui Digitalisasi Fotocopy. Dinamisia:
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(3), 678–685.