Fakultas Ushuluddin:
Sekolah Pendidikan Tinggi tentang Cara Berpikir
Kita berada di era informasi digital yang menampung segala konsep. Orang dapat mengambil konsep apapun yang dibutuhkan dengan cepat dari internet. Ketika seorang pengajar menyampaikan konsep tentang sesuatu kepada peserta dididik, maka konsep tentang sesuatu tersebut merupakan subyek yang besar kemungkinan telah ada di internet. Peserta didik dapat diarahkan untuk melakukan penelusuran di internet. Atau bisa jadi peserta didik sedang melakukan pencarian konsep tersebut secara otomatis tanpa diintruksikan mengingat saat merupakan era telepon pintar. Bahkan, bisa saja peserta didik telah mengetahui sebelumnya tentang konsep sesuatu yang tengah disampaikan itu. Hal yang ingin disampaikan di sini adalah bahwa saat ini merupakan era pergeseran di mana internet sangat ambisius menyediakan segala sesuatu.
Seiring dengan pergeseran itu, kita perlu kiranya meninjau ulang model pendidikan untuk diubah dari “cara penyampaian konsep tentang sesuatu” menjadi “cara bagaimana konsep-konsep tentang sesuatu tersebut terbentuk”. Suatu model pendidikan yang memberikan fokus utama kepada “cara berpikir”. Perlu juga kita pikirkan bahwa konsep tentang sesuatu tersebut pasti dibentuk menurut pemikiran zamannya oleh pemikir di suatu tempat dengan cakrawala keilmuan dan konteks serta entitas spesifik ketika konsep tersebut dibentuk. Sehingga hal tersebut menjadi menarik untuk dilakukan penggalian bagaimana konsep tersebut dibentuk daripada mengambil konsepnya sendiri. Tindakan ini pada saat yang sama menjadi latihan tentang cara berpikir.
Model pendidikan dengan fokus utama tentang cara berpikir akan melatih peserta didik untuk memikirkan sesuatu, mengembangkan analisis dengan suatu pendekatan tertentu, dan pelatihan mengkontruksi sebuah pemikiran. Penilaian akhirnya adalah, peserta dididik dinilai bukan mereka mengetahui sesuatu melainkan memahami pemikiran tentang sesuatu.
Wahyudin Darmalaksana
Sekolah Pendidikan Tinggi tentang Cara Berpikir
Kita berada di era informasi digital yang menampung segala konsep. Orang dapat mengambil konsep apapun yang dibutuhkan dengan cepat dari internet. Ketika seorang pengajar menyampaikan konsep tentang sesuatu kepada peserta dididik, maka konsep tentang sesuatu tersebut merupakan subyek yang besar kemungkinan telah ada di internet. Peserta didik dapat diarahkan untuk melakukan penelusuran di internet. Atau bisa jadi peserta didik sedang melakukan pencarian konsep tersebut secara otomatis tanpa diintruksikan mengingat saat merupakan era telepon pintar. Bahkan, bisa saja peserta didik telah mengetahui sebelumnya tentang konsep sesuatu yang tengah disampaikan itu. Hal yang ingin disampaikan di sini adalah bahwa saat ini merupakan era pergeseran di mana internet sangat ambisius menyediakan segala sesuatu.
Seiring dengan pergeseran itu, kita perlu kiranya meninjau ulang model pendidikan untuk diubah dari “cara penyampaian konsep tentang sesuatu” menjadi “cara bagaimana konsep-konsep tentang sesuatu tersebut terbentuk”. Suatu model pendidikan yang memberikan fokus utama kepada “cara berpikir”. Perlu juga kita pikirkan bahwa konsep tentang sesuatu tersebut pasti dibentuk menurut pemikiran zamannya oleh pemikir di suatu tempat dengan cakrawala keilmuan dan konteks serta entitas spesifik ketika konsep tersebut dibentuk. Sehingga hal tersebut menjadi menarik untuk dilakukan penggalian bagaimana konsep tersebut dibentuk daripada mengambil konsepnya sendiri. Tindakan ini pada saat yang sama menjadi latihan tentang cara berpikir.
Model pendidikan dengan fokus utama tentang cara berpikir akan melatih peserta didik untuk memikirkan sesuatu, mengembangkan analisis dengan suatu pendekatan tertentu, dan pelatihan mengkontruksi sebuah pemikiran. Penilaian akhirnya adalah, peserta dididik dinilai bukan mereka mengetahui sesuatu melainkan memahami pemikiran tentang sesuatu.
Wahyudin Darmalaksana
