Sebuah
bacaan ringan sebelum tidur.
Apa
Itu Pemikiran Hadis?
Istilah
“Pemikiran Hadis di Nusantara” ditemukan sebagai matakuliah Program Studi Ilmu
Hadis S2 Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pertanyaannya, apakah
studi atau penelitian bidang hadis dapat mencakup pula penelitian pemikiran
hadis? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu dilihat terlebih dahulu arti kata
pemikiran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) “pemikiran” ialah “proses”,
“cara”, atau “perbuatan memikir”. Adapun istilah pemikiran dalam Bahasa
Inggris berarti “thought”, “idea”, atau “reasoning”.
Secara istilah, pemikiran dapat diartikan dengan “sesuatu yang dipikirkan sesorang” atau “sesuatu yang ada di dalam pikiran seseorang”.
Pada Tahun 1998, penulis pernah bertanya kepada seorang professor di Program
Studi Pemikiran Islam Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Fokus
saya di bidang hadis dan saya tertarik mengkaji ketokohan Imam al-Syafi’i
sebagai ahli hadis. Bagaimana saya menyusun penelitian bidang hadis
yang termasuk dalam kategori pemikiran?”, saya bertanya. Sang Profesor yang
kebetulan beliau memiliki otoritas untuk menerima atau menolak proposal
penelitian studi S3 di pascasarjana tersebut mengarahkan topik proposal saya, yaitu: “Posisi Hadis dalam Pemikiran al-Syafi’i”.
Sejak itu, tergambarlah bagaimana menyusun penelitian bidang hadis dalam
kategori penelitian pemikiran.
Contoh
topik penelitian pemikiran hadis di atas adalah “Posisi hadis dalam
pemikiran al-Syafi’i”. Jika diteruskan maka
pertanyaan penelitiannya ialah “Bagaimana posisi hadis dalam pemikiran al-Syafi’i”.
Namun demikian, pertanyaan tidak cukup diperlukan problem
akademik. Sedangkan yang dimaksud problem akademik di sini adalah rumusan masalah tentang mengapa pertanyaan penelitian tersebut dipandang penting diajukan
untuk dicarikan jawabannya. Barangkali, hasil temuan Fazlur Rahman memungkinkan
untuk dijadikan problem akademik. Rahman menyatakan, al-Syafi’i telah mengubah konsep
sunnah menjadi hadis. Menurur Rahman, sebagai dampak perubahan itu maka sunnah
yang sejatinya bergulir di dalam budaya masayarakat berubah menjadi konsep hadis yang
tekstual yang perlu dibuktikan kebenarannya apakah otentik dari Nabi Saw.
ataukah merupakan hadis palsu. Berdasarkan ulasan Fazlur Rahman ini, prolem
akademik atau rumusan masalah di atas, yakni: “Terdapat
pergeseran konsep sunnah ke hadis dalam pemikiran al-Syafi’i untuk
meposisikan hadis sebagai dasar ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an”. Jadi, berdasarkan rumusan masalah ini, pertanyaan penelitiannya ialah bagaimana posisi
hadis dalam pemikiran al-Syafi’i.
Melihat
contoh di atas, maka tujuan penelitian ini yakni “analisis pemikiran al-Syafi’i
dalam memposisikan hadis Nabi Saw sebagai dasar ajaran Islam kedua setelah
al-Qur’an”. Metodologi penelitian ini dapat digunakan metode kualitatif melalui
studi literatur dalam rangka mengeluarkan data-data kepustakaan untuk dilakukan
analisis konten.
Pemikiran
Hadis Nusantara
Indonesia
merupakan negara dengan penduduk muslim sebagai mayoritas. Kenyataan ini
diawali dengan penyebaran Islam di Nusantara dengan menempuh perjalanan sejarah
yang panjang. Dapat ditemukan tokoh-tokoh muslim Nusantara meliputi para wali,
kiyai, dan ulama. Sudah dapat dipastikan tokoh-tokoh muslim mempunyai pandangan
tentang hadis. Apakah pandangan tentang hadis yang dipelihara untuk pengamalan.
Ataukah pandangan tentang hadis yang dijaga untuk pengajaran kepada jamaah.
Dapat pula diteliti subjek pembentuk yang mempengaruhi pandangan tokoh.
Sekaligus dapat diteliti pula dampak dari pandangan tokoh tentang hadis
terhadap penyebaran Islam. Semua ini merupakan topik-topik yang menjadi tantangan
dalam penelitian pemikiran hadis di Nusantara.
Penelitian
pemikiran hadis di Nusantara dapat dibilang masih langka. Antara lain
penelitian yang telah dilakukan: Afriadi Putra (2016), Pemikiran
Hadis KH. M. Hasyim As’ari dan Kontribusinya terhadap Kajian Hadis di
Indonesia; A. Majid (2011), Pemikiran Modern dalam Sunnah: Pendekatan Ilmu
Hadis; A. Dananta (2004), Perkembangan Pemikiran Hadis Di Indonesia: Sebuah
Upaya Pemetaan; U. Syarifah (2015), Kontribusi Muhammad Musthafa Azami dalam
Pemikiran Hadis; A. Supian (2014), Kontribusi Pemikiran Hasbi Ash-Shiddieqy
dalam Kajian Ilmu Hadis; dan Wahyudin Darmalakasana (2018), Paradigma Pemikiran
Hadis.
Di
samping masih langka, penelitian pemikiran hadis di Nusantara masih terbatas pula. Terbatas masih dalam ulasan-ulasan sekilas belum dilakukan penelitian yang mendalam dan
komprehensif. Tentu saja hal ini merupakan tantangan dan sekaligus peluang
dalam pengembangan penelitian pemikiran hadis di Nusantara.
Pendekatan
Sosial-Budaya
Penelitian
pemikiran hadis di Nusantara dapat digunakan dua jenis penelitian, yakni metode
kualitatif dan metode kuantitatif. Dapat pula digunakan mixed method yang
menggabungkan antara kualitatif dan kuantitatif.
Sebagai
sebuah kajian awal, penelitian pemikiran hadis di Nusantara dapat difokuskan
dengan penggunaan metode kualitatif. Namun dilakukan studi literatur dan studi
lapangan sekaligus. Mula-mula dihimpun sumber-sumber primer untuk menelusuri
data-data kepustakaan. Selanjutnya, studi lapangan untuk menemukan data-data di
lapangan dengan analisis menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial, seperti
antropologi-budaya, sosiologi, arkeologi, genologi, dan etnografi.
Bandung,
11-11-2019
Wahyudin
Darmalaksana