Ruqyah dengan Pendekatan Tasawuf
Oleh: Dodo Widarda
Ruqyah
yang dikembangkan Jam'iyah Ruqyah Aswaja (JRA) bertitik tolak dari nilai-nilai
tasawuf. Nilai-nilai tasawuf yang berpangkal pada ajaran Imam Al-Ghazali,
Syeikh Junaid Al-Baghdadi serta sejumlah sufi besar yang lain.
Secara
khusus, JRA dikembangkan oleh seorang guru --Allama Alauddin Shidiqi dari
Pesantren Sunan Kalijaga Jombang, dengan sanad Tarekat Qodiriyyah wa
Naqsyabandiyyah (TQN) jalur Syeikh Abdul Karim Banten. Rangkaian sanadnya
bersambung pada Syeikh Abdul Karim Al-Banteni, Syeikh Ahmad Khatib Sambas --Syeikh
Abdul Qodir Jailani-- Sayyidina Ali, Rasulullah, Malaikat Jibril, sampai Allah
Swt.
Pada
prakteknya, seorang peruqyah, harus mengedepankan kasih sayang. Bukan hanya
terhadap klien yang diruqyah, bahkan terhadap makhluk pengganggu seperti bangsa
jin. Dakwah persuasif juga berlaku pada mereka. Ada teknik serta bacaan
tertentu dari Al-Qur'an yang membuat makhluk itu bisa ngomong bahasa manusia lewat
orang yang diruqyah. Saat ngomong, jika jin itu jin kafir, diajak masuk Islam.
Kalau mau, baru disyahadatkan, setelah disyahadatkan, dikeluarkan dari tubuh
pasien. Tidak boleh disiksa, tidak boleh mengalami penganiyayaan. Kalau tidak
mau diislamkan, langsung saja keluarkan dari tubuh pasien.
Jujur,
ketika mendapatkan "Ijazah" untuk menjadi peruqyah, saya ragu,
benarkah saya bisa meruqyah? Tapi satu patokan yang diajarkan oleh Allama
Alauddin, fail penyembuh bagi pasien, bukan pada peruqyah sendiri. Sang
Penyembuh itu hanya Allah semata. Dengan keyakinan kuat seperti itu,
alhamdulillah, sejak mendapatkan ijazah ruqyah, telah menjadi wasilah bagi
penyembuhan ratusan pasien yang datang pada saya.
Bandung,
05 Maret 2020
Dodo
Widarda, Akademisi Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung