Cuaca cukup cerah. Tetapi langit di atas kampus seperti akan hujan nanti
sore. Jam tepat menunjukan pukul 09.00 WIB. Hari Jum’at, 16 Oktober 2020.
Peserta rapat telah berhimpun di ruangan. Selurunya 35
orang. Tetapi ada yang datang paling akhir. Hadir jajaran dekanat, jurusan,
unit-unit, dan tata usaha.
Acara dibuka oleh Wakil Dekan I. Sesi berikutnya simulasi. Teknis ujian
munaqasyah artikel. Munaqasyah adalah pelaksanaan ujian tugas akhir mahasiswa
untuk meraih gelar sarjana.
Di masa lalu, tugas akhir berupa skripsi. Sejak pandemi Covid-19, tugas
akhir boleh diganti dengan artikel ilmiah.
Fakultas menyambut kebijakan itu. Tujuannya agar tidak terlampau
menyulitkan mahasiswa. Diakui menulis artikel ilmiah lebih sederhana dibanding
tugas akhir skripsi.
Universitas menetapkan tebal skripsi 100 halaman. Sedangkan artikel
ilmiah cukup minimal 2500 kata. Makin tebal makin banyak salahnya. Dari sisi
kerapian.
Jika dicermati beberapa skrispi kurang memperhatikan margin. Juga
penomeran, sub-judul, dan anak sub-judul. Kesalahan penulisan (typo)
juga sering dijumpai. Ditambah lagi masalah konsistensi penulisan kata.
Mungkin anak-anak menganggap paling penting ide. Adanya gagasan di dalam
skripsi sudah cukup. Padahal, kerapian nomorsatu. Sebab, penelitian itu teliti,
cermat, dan hati-hati. Jadi masalah kerapian bukan hal spele.
Mahasiswa perlu banyak dibantu untuk keberhasilan penulisan skripsi.
Beberapa skripsi belum membedakan secara tepat antara latar belakang dan
kerangka berpikir. Ada juga kurang tepatnya menerapkan metode penelitian.
Beberapa kasus terdapat kendala di tengah jalan. Di antaranya penelitian
tertunda karena tidak dijumpai sumber primer. Ada juga yang “bingung” menulis
lanjutan bab III dan bab IV.
Ini sebenarnya tidak boleh terjadi. Karena penelitian semestinya telah
disiapkan sejak proposal. Ketika proposal tuntas seharusnya tidak ada kendala
sumber primer. Sebab, proposal penelitian bermakna pula kesiapan rujukan. Khususnya
di bagian tinjauan pustaka.
Juga tidak boleh terjadi hambatan yang tidak berarti di tengah jalan.
Sebab, kerangka berpikir telah disiapkan di proposal penelitian. Kerangka
berpikir, secara konseptual, adalah peta konsep (concept map) yang
menjelaskan secara garis besar alur logika berjalannya sebuah penelitian.
Kerangka berpikir, secara teknis operasional, pada dasarnya tidak lain
adalah sistematika penulisan. Sehingga tidak boleh ada kata “bingung” di bagian
bab III dan bab IV.
Beberapa kasus skripsi terlihat belum patuh menuaikan metodologi
penelitian. Metode penelitian telah ditentukan di bagian proposal. Tetapi
kadang tidak berjalan sesuai skenario.
Metode penelitian adalah skenario pelaksanaan penelitian dijalankan.
Beberapa menyebutkan skenarionya ialah menacari data, klasifikasi data, dan
analisis data. Kepatuhan terhadap metode penelitian yang dicanangkan agaknya
perlu dikuatkan.
Satu hal lagi di bagian rumusan masalah. Ada banyak kasus belum terlihat
formula. Formula adalah rumus. Kecuali penelitian kuantitatif jelas rumusnya. Terutama
ditegaskan dalam hipotesis penelitian dan hipotesis statistik.
Penelitian kualitatif bukannya tidak ada formula. Diawali rumusan masalah
yang biasanya berupa pernyataan (statement). Tapi umumnya bukan
pernyataan melaikan pertanyaan penelitian.
Ada banyak hal yang mesti dikaji kembali tentang skripsi. Sebaliknya,
artikel jurnal lebih sederhana. Singkat, padat, dan to the point.
Hanya saja menulis artikel ilmiah belum terbiasa. Diakui ini menjadi
kendala tersendiri. Tetapi bukan berarti artikel ilmiah lebih rumit dibanding skripsi.
Artikel ilmiah adalah makalah. Mahasiswa sudah terbiasa membuat makalah pada
tugas kuliah.
Karena cukup 2500 kata, artikel ilmiah bisa dikawal mulai dari kata,
kalimat, dan paragraf. Latihan ini telah berlangsung ketika membuat tugas
makalah. Tentu kerapian di 100 halaman skripsi lebih pelik lagi. Bab II skripsi
dipastikan pelik menghindar dari similarity.
Bantuan penulisan artikel ilmiah disiapkan kelas menulis. Dari kelas
menulis disiapkan best practice munaqasyah artikel ilmiah. Kunci utama
artikel ilmiah kerapian dalam penulisan. Juga kunci utama skripsi kerapian.
Regulasi juga disiapkan. Panduan dan templet artikel dibuat. Prosedur
dan teknis dirapatkan. Hingga terbuka pandangan bersama memang skripsi ternyata
lebih berat.
Jelas skripsi lebih berat dibanding artikel ilmiah. Apakah gelar sarjana
cukup diraih hanya melalui artikel sederhana. Ini sebuah perhatian dari kebijakan
mengingat kondisi pandemi.
Oleh karena itu, Dekan lebih mendorong artikel dibanding skripsi. Meskipun
sederhana tetapi poinnya lebih besar ketika artikel diterbitkan di jurnal
ilmiah.
Rapat digelar di Lantai 4 Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati
Bandung. Tepatnya di Kampus I Jalan AH. Nasution 105 Bandung.
Jika artikel ilmiah dipandang lebih sulit daripada skripsi, maka hal itu
merupakan “hantu” yang tidak nyata.
Sebuah testimoni menyebutkan, menulis artikel ilmiah terasa lebih
menantang, ketika halaman tebal harus dipadatkan menjadi 10 halaman saja, dan
harus berisi hal-hal yang dianggap penting serta menarik untuk disampaikan.
Di luar negeri telah berlangsung sejak dulu. Bukan karena pandemi. Menjadi sarjana dan bahkan setara doktor cukup menulis artikel ilmiah. Bergantung reputasi jurnal.
Acara berakhir pukul 11.00 WIB. Dan benar,
sore hari hujan turun dari langit. Ya benar, artikel ilmiah lebih menantang.
Bandung, 16 Oktober 2020
Wahyudin Darmalaksana, Akademisi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung
Djati Bandung