Transnasional dalam pendidikan tinggi adalah upaya mendorong sisi
tradisional menjadi berubah ke dalam wawasan global. Ini tidak bisa dibendung.
Fakultas teologi mempunyai tantangan yang lebih besar mengingat
perannya untuk merawat keaslian. Ini berpotensi tergerus di era
transnasional. Di pihak lain perubahan mesti dilakukan.
Di sini, terdapat beberapa arahan:
1. Perubahan mendalam yang diperlukan di
dunia kita tidak dapat terjadi tanpa reformasi diri dari lembaga-lembaga besar.
Reformasi semacam itu membutuhkan refleksi yang dalam dan keluasan partisipasi
yang sulit, tetapi bukan tidak mungkin, untuk diamankan (John B. Cobb, 1990).
2. Diperlukan belajar dan mengajar
bagaimana berpikir secara teologis dalam konteks social. Bukan cenderung hanya studi
budaya dan tuntutan etis saja dari fakultas teologi. Melainkan bagaimana menyiapkan teologi sebagai subjek yang
tidak pernah kekurangan dimensi budaya dan tuntutan etis. Dan kami yakin ini
adalah jenis teologi yang paling dibutuhkan dunia kita (Luke Timothy Johnson, R.W. Woodruff, 2015).
3. Diperlukan perspektif teoretis dan
metodologis bergantung pada kategori cakrawala, totalitas, dan
kondisionalisme, dengan orientasi paripatetik yang blak-blakan, secara relative mendalam namun sekaligus menghargai beragam ekspresi keagamaan (J.S. Krüger, 2016).
4. Agar tetap relevan untuk beberapa
ratus tahun ke depan, fakultas teologi harus terlibat secara kontekstual dengan
masyarakat, mempraktikkan Teologi interdisipliner, terlibat dalam dialog
antar-agama sementara masih tetap terhubung dengan komunitas agama. Paradigma
post-fondasionalisme memungkinkan teologi untuk menerapkan teologi dengan cara
yang relevan dan bermakna (Jaco Beyers, 2016).
5. Abad berikutnya akan ditandai dengan
percepatan perubahan. Pendidikan teologi mungkin mati atau terpinggirkan. Namun,
iman akan selalu relevan bagi dunia yang membutuhkan ketuhanan. Para pendidik
teologis yang bijak dalam membedakan antara bentuk dan esensi akan menentukan wujud
pendidikan teologis di masa depan. Sekolah yang berpegang teguh pada iman tetapi
memberi semangat eksperimen dan inovasi yang relevan dengan konteks mereka
adalah para pemimpin di Pendidikan teologis abad ke-21 (Lee C. Wanak, 2016).
6. Upaya ilmiah para penganut agama di
ruang publik untuk menyelidiki realitas multi-dimensi dengan cara yang penting (Johan
Buitendag, 2019).
Demikian, bahan diskusi untuk perubahan.
Wahyudin Darmalaksana, Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung