Tulisan ini hanya membahas poin ke tiga. Kesahihan meminjam ilmu hadis adalah pembuktian otentisitas, originalitas, dan validitas teks hadis. Demikian halnya argumen dalam artikel ilmiah membutuhkan kesahihan.
Menyiapkan argumen bisa dimulai dari hal ringan. Arti kata ‘ringan’ di KBBI adalah dapat diangkat dengan mudah; sedikit bobotnya; enteng. Masih menurut KBBI arti ‘argumen’ sendiri ialah alasan yang dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan.
Bagaimana hal ringan di dalam artikel berperan untuk menguji kesahihan argumen. Sebelum menjawabnya, pertanyaan ini dibuat kalimat pernyataan, yaitu hal ringan di dalam artikel berperan untuk menguji kesahihan argumen. Kalimat pernyataan tersebut adalah argumen pula.
Giliran argumen di atas dibuktikan kesahihannya. Isaac Newton muda diceritakan sedang duduk di bawah pohon apel di kebunnya kemudian ada buah yang jatuh di kepalanya. Dan tiba-tiba ia merasa menemukan sesuatu yang cemerlang yakni teori gravitasi. Ini pembuktian kesahihannya, yakni dari hal ringan menjadi sesuatu yang cemerlang.
Hal ringan diurai menjadi data, diabstraksikan menjadi informasi, dan dianalisis menjadi pengetahuan. Misalnya, beda hadis dan sunnah merupakan hal ringan. Hadis adalah apa yang ada di kitab hadis. Sedang sunnah merupakan yang berlangsung di masyarakat. Otentisitas hadis divalidasi melalui takhrij hadis. Bagaimana dengan sunnah, apakah perlu divalidasi, ataukah merupakan subjek yang niscaya terus berlangsung? Bagaimana pertemuannya dengan tradisi, budaya, dan adat istiadat setempat?
Tiba di sini, ternyata hal ringan tidak sederhana. Seiring dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, pasti dibutuhkan teori. Beberapa teori bisa diambil, seperti pemurnian, asimilasi, resepsi, dan transformasi. Teori apapun sah dengan konsekuensi pasti bertolakbelakang dengan teori lain yang berbeda untuk disintesiskan.
Tegaslah hal ringan bisa menjadi data. Bisa diabstraksikan bergantung pada teori. Dan bisa dianalisis dengan pendekatan yang relevan. Sehingga hal ringan menghasilkan pengetahuan. Jangan-jangan pengetahuan cemerlang dimulai dari hal ringan.
Wahyudin Darmalaksana, Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung