Cara Penulisan Hasil dan Pembahasan untuk Artikel Ilmiah: Sebuah Model dari Tradisi Penelitian Hadis
Wahyudin Darmalaksana
Last Updated
2021-02-14T18:11:21Z
Prolog
Struktur penulisan artikel
ilmiah adalah bagian-bagian yang tak terpisahkan sejak pendahuluan sampai
kesimpulan. Tulisan ini akan membahas bagian hasil dan pembahasan dalam
penulisan artikel ilmiah, khususnya bagi kebutuhan bidang sosial-humaniora,
yang diambil dari tradisi penelitian hadis.
Secara umum, struktur
penulisan artikel ilmiah mencakup pendahuluan, metode penelitian, hasil dan
pembahasan, dan kesimpulan. Struktur ini lebih populer dengan istilah IMRaD,
yaitu Inroduction, Method, Result, and Discussion. IMRaD biasanya diaplikasikan
dalam artikel ilmiah bidang sains. Apa yang disebut hasil (result) dalam
penelitian bidang sains merupakan wujud yang nyata yang terkadang diwakili oleh
tampilan statistik. Namun, bagian hasil dalam penelitian bidang sosial,
humaniora, dan termasuk agama, ada dua mazhab. Pertama, hasil dan pembahasan dibagi
secara terpisah sebagaimana dalam kelaziman artikel bidang sains. Kedua, hasil
dan pembahasan sebagai suatu kesatuan yang terkadang tidak menyebut hasil
tetapi langsung pembahasan.
Tulisan ini berusaha
menengahi dua mazhab di atas. Tulisan ini berusaha menunjukan mana hasil dan
mana pembahasan dalam penelitian sosial (termasuk penelitian bidang agama)
dengan berupaya menyelesaikan ambiguitas dua poros mazhab tadi. Dalam usaha
ini, penulis mengambil pelajaran dari tadisi penelitian hadis.
Hasil dalam Penelitian Sosial-Humaniora
Tulisan ini sesekali
menggunakan istilah penelitian dan sesekali menyebut istilah artikel ilmiah
dalam membahas bagian hasil. Bagian hasil yang dimaksud di sini berarti hasil
penelitian atau hasil dalam penulisan artikel ilmiah. Kedua istilah ini sama
saja karena artikel ilmiah merupakan wujud dari sebuah penelitian. Dalam arti
lain, penulisan artikel ilmiah pasti diawali sebuah penelitian, terlepas apakah
penelitian besar ataukah penelitian mini. Penelitian adalah prosesnya,
sedangkan artikel ilmiah ialah output sebuah penelitian. Dengan demikian, bagian
hasil dapat disebut hasil penelitian atau bagian hasil dalam penulisan artikel
ilmiah. Barangkali lebih tepatnya yaitu penulisan bagian hasil dari sebuah
penelitian.
Selain istilah hasil (result)
ada pula istilah temuan (findings). Istilah hasil bukan hal yang asing dalam
penelitian bidang sains. Hasil merupakan hal yang lazim dalam penelitian bidang
sains. Tulisan ini menganut paham bahwa sama saja antara hasil dan temuan bagi
bidang sosial-dan humaniora. Memang sebagian lebih menggunakan istilah temuan
bagi penelitian bidang sosial-humaniora. Penulis berpendapat bahwa sah-sah saja
penggunaan istilah hasil atau temuan untuk bidang sosial-humaniora ini asalkan
konsisten sejak awal apakah menggunakan istilah hasil ataukah istilah temuan.
Adapun tulisan ini mengambil istilah keduanya. Apabila dikatakan hasil
maka mengandung arti temuan. Sebaliknya, bila disebut temuan berarti mengandung
pengertian hasil.
Untuk mendaptkan sebuah
hasil dalam penelitian bidang sains pasti harus ada metode dan analisis.
Misalnya, sebuah pengukuran dengan statistik maka pasti terdapat metode dan
analisisnya. Demikian halnya dalam penelitian sosial dan humaniora pasti ada
metode dan analisis. Hanya saja metode dan analisis dalam penelitian sosial dan
humaniora yaitu metode lebih sering digunakan untuk hasil sedangkan analisis
lebih sering digunakan untuk pembahasan (discussion).
Hasil dalam Penelitian
Hadis
Ilmu hadis beserta metodologinya
telah ajeg sejak abad 8 M. Sudah amat lama sekali. Penelitian hadis dalam ilmu hadis disebut takhrij,
yakni sebuah proses pengujian untuk menilai kualitas hadis apakah sahih
(otentik sebagai berasal dari Nabi Saw.) ataukah dhaif (lemah).
Jika penelitian ilmiah, era modern, menuntut menampilkan (display) hasil penelitian, maka hasil penelitian dari
proses takhrij adalah penilaian kualitas suatu hadis. Misalnya, dihasilkan
bahwa hadis tentang musik berkualitas sahih. Tahhrij sebagai sebuah metode
memiliki operasi bertingkat di antaranya penilaian terhadap sanad (mata rantai
periwayat hadis) dan penilaian terhadap matan (teks hadis). Peneliti bisa
menegaskan di bagian pendahuluan apakah hanya meneliti sanad ataukah sekaligus
dengan penelitian teks hadis.
Setelah menampilkan hasil
penelitian, biasanya model penelitian ilmiah meminta untuk mengabstraksikan
hasil penelitian. Abstraksi adalah proses menjelaskan hasil penelitian secara
apa adanya tanpa dilakukan interpretasi. Dalam hal ini, hasil takhrij merupakan
subjek yang dapat diabstraksikan, yakni penjelasan secara apa adanya hasil
takhrij.
Jika penelitian ilmiah
menuntut adanya hasil serta abstraksi, maka takhrij hadis merupakan subjek yang
sangat mungkin menampilkan hasil serta abstraksi. Dengan demikian, bila
penelitian sosial-humaniora juga agama diarahkan untuk dapat menampilkan hasil
penelitian oleh dunia penelitian ilmiah modern, maka takhrij hadis dapat diambil
sebagai sebuah percontohan atau model, meskipun produk baheula di abad 8 M.
Pembahasan dalam Penelitian
Hadis
Setelah menampilkan hasil
penelitian dan melakukan abstraksi terhadap hasil penelitian tersebut, dunia
penelitian ilmiah menuntut untuk melakukan pembahasan. Tentunya, pembahasan
bukanlah pengulangan hasil. Namun, ada baiknya pula untuk menegaskan hasil yang
paling signifikan (atau hasil tak terduga) meskipun dalam satu kalimat atau dalam satu paragraph.
Misalnya, dihasilkan bahwa hadis tentang musik berkualitas sahih.
Hasil dipahami pula
sebagai jawaban atas pertanyaan yang dijanjikan di bagian pendahuluan.
Sedangkan pembahasan ialah diskusi antara hasil dan pertanyaan penelitian.
Bahwa terjawablah pertanyaan, misalnya, bagaimana kualitas hadis tentang musik.
Dalam hal ini peneliti menegaskan bahwa pengujian kualitas hadis tentang musik dengan
metode takhrij “terbukti” sahih. Kata “terbukti” sekaligus pula sebagai
penegasan hipotesis (bila dalam penelitian jenis kuantitatif) atau penegasan
prediksi dan atau asumsi. Misalnya, di bagian pendahuluan penulis memprediksi
atau mengasumsikan bahwa “terdapat” kualitas hadis tentang musik. Kata “terdapat”
dalam pendahuluan penelitian tidak lain adalah rumusan masalah. Dengan
demikian, peneliti di bagian pembahasan ini telah menyelesaikan rumusan
masalah, di samping telah menjawab pertanyaan penelitian tadi.
Dunia penelitian ilmiah
juga menuntut menghubungkan hasil penelitian dengan penelitian-penelitian
terdahulu di bagian pembahasan. Suatu penelitian bisa merupakan sanggahan terhadap
hasil penelitian terdahulu. Misalanya, penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa
hadis tentang musik berkualitas dhaif. Maka hasil penelitian terbaru bahwa
hadis tentang musik berkualitas sahih otomatis menolak hasil penelitian terdahulu.
Hasil penelitian merupakan klaim peneliti dari sebuah proses penelitian. Dalam
hal ini peneliti dapat menjelaskan mengapa ia menghasilkan penilaian sahih dan
mengapa penelitian terdahulu mereka menghasilkan penelitian dhaif. Peneliti
dapat mengungkapkan bahwa hasil penelitiannya yang paling otoritatif dari segi
metodologi. Dapat pula peneliti dalam bagian pembahasan ini menampilkan
dukungan dari penelitian terdahulu. Dengan demikian, tinjauan pustaka di bagian
pendahuluan bukan hanya deretan hasil penelitian terdahulu, melainkan tinjauan
yang menegaskan posisi penelitian apakah menolak, ataukah mendukung, dan ataukah
mensintesis di bagian pembahasan ini.
Implikasi penelitian
diminta pula oleh dunia penelitian ilmiah. Misalnya, implikasi hasil penelitian
terhadap ilmu fiqih. Apabila ditemukan bahwa hadis tentang musik berkualitas
sahih, maka implikasi penerapannya dalam bidang fiqih bahwa musik dalam syariat
Islam merupakan suatu kebolehan. Akan tetapi, hubungan hasil penelitian dengan
fiqih ini hanyalah sebuah spekulasi saja. Sebab, penelitian ini hanya bertujuan
membahas kualitas hadis, bukan sedang melakukan penelitian fiqih. Implikasi
jauhnya tentu harus dilakukan penelitian lanjutan secara interdisipliner antara
hadis dan fiqih. Bahkan, harus dilakukan penelitian oleh dua orang, yakni ahli
hadis dan ahli fiqih. Dalam hal ini, peneliti tidak perlu membawa implikasi
terlalu jauh bila bukan merupakan jangkauan penelitiannya. Apabila memaksakan
implikasi terlalu jauh sedangkan bukan tujuan penelitian ini maka akan
menghasilkan bias.
Dunia penelitian ilmiah
juga menuntut interpretasi mendalam di bagian pembahasan. Terkait hal ini, bisa
juga penelitian takhrij menjelaskan teks hadis di bagian pembahasan bila
peneliti sejak pendahuluan menjajikan hal ini. Penjelasan teks hadis dalam ilmu
hadis disebut syarah. Apabila peneliti menjanjikan takhrij dan sekaligus
syarah, maka penjelasan teks hadis di bagian pembahasan merupakan pekerjaan
yang relevan. Tentu pastinya harus dicantumkan pula di bagian metode penelitian
bahwa penelitian ini akan menerapkan metode takhrij dan sekaligus metode syarah.
Selain itu, tentunya pula mesti ditegaskan pendekatan yang spesifik untuk
syarah, sebab metode sayarah memiliki ragam pendekatan.
Namun, bila hanya dibatasi
takhrij saja maka sebutkan di bagian pembahasan secara jujur sebagai
keterbatasan. Dunia penelitian ilmiah biasanya meminta rekomendasi. Sehingga
peneliti dapat mencantumkan saran tentang perlunya syarah dan implikasinya
secara lebih luas bagi penelitian selanjutnya. Rekomendasi biasanya meliputi
dua dimesi, yaitu pertama, rekomendasi penelitian lebih lanjut sebagai
konsekuensi keterbatasan penelitian, dan kedua, rekomendasi bagi pengampu
kebijakan tentang pengembangan hasil penelitian. Beberapa artikel ilmiah
meminta pencantuman rekomendasi di bagian pembahasan, tetapi beberapa artikel
ilmiah yang lain meminta pencantuman hal itu di bagian kesimpulan.
Epilog
Penulis artikel ilmiah
bidang sosial-humaniora dan agama tidak jarang mengalami situasi pelik dalam
menulis bagian hasil dan pembahasan. Situasi pelik ini makin terasa ketika dihadapkan
pada tuntutan jurnal yang meminta pemisahan bagian antara hasil dan pembahasan.
Tulisan ini tidak bermaksud mengatakan bahwa dunia penelitian ilmiah modern ternyata
telah dibangun dari tradisi penelitian hadis zaman baheula. Tulisan ini hanya ingin
menunjukan bahwa situasi pelik ternyata dapat diurai dengan cara mengambil pelajaran dari tradisi penelitian hadis. Hal ini mengingatkan para peneliti
bidang sosial-humaniora tentang struktur penulisan artikel ilmiah model IMRaD,
khususnya pada bagian hasil dan pembahasan. Tradisi penelitian hadis bernama
takhrij terbukti melampaui dua mazhab penulisan hasil dan pembahasan dalam
artikel ilmiah. Tentu tulisan ini hanya sebatas lintasan sekelebat saja.
Bandung, 14 Februari 2021
Wahyudin Darmalaksana, Peminat
Metodologi Ilmu Hadis