Tabel 1
menunjukkan bahwa hadis Ahamd No. 2817 diriwayatkan oleh enam periwayat.
Seluruh periwayat hanya diketahui wafatnya saja, kecuali Ahamd Ibn Hanbal
(164-241 H.). Para ulama memberikan komentar positif, kecuali terhadap dua
periwayat. Simak bin Harb bin Aus dinilai di hadisnya ada sesuatu menurut
an-Nasai’, banyak salah menurut Ibu Hiban, dan jelek hafalannya menurut
ad-Dzahabi. Syarik bin ‘Abdullah bin Abi Syarik dinilai shaduq terdapat
kesalahan menurut Ibnu Hajar al-‘Atsqalani.
Menurut
teori ilmu hadis, rawi pertama berarti sanad terakhir dan sanad
pertama berarti rawi terakhir (Soetari, 2015). Hadis di atas termasuk mutashil
(bersambung) dilihat dari persambungan sanad. Syarat persambungan sanad
adalah liqa (bertemu) antara guru dan murid (Soetari, 2015). Liqa dapat dilihat dari
keberadaan mereka sezaman dan berada di satu wilayah. Dilihat dari negeri, mereka berada di wilayah yang berdekatan, meskipun Simak bin Harb bin Aus tidak
diketahui negerinya. Guru dan murid dapat dikatakan sezaman walaupun kebanyakan
mereka tidak diketahui tahun lahirnya. Menurut teori ilmu hadis, para pewiwayat
hadis dapat diasumsikan usia mereka berkisar 90 tahun (Darmalaksana, 2020). Sehingga diprediksi para periwayat
dalam mata rantai sanad tersebut kemungkinan bertemu antara guru dan
murid. Matan hadis di atas tidak janggal dan tidak cacat. Tidak janggal
dalam arti logis menurut akal sehat, sedangkan tidak terdapat cacat dalam arti matan
hadis tersebut tidak bertentangan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang merupakan
dalil yang lebih tinggi (Soetari, 2015). Meskipun tidak dalam bentuk lafadz
yang sama, hadis riwayat Ahamd No. 2817 ini mendapat dukungan dari kandung
hadis lain, yaitu Ahamd No. 24133, Muslim No. 2796, Bukhari No. 884 dan No.
1648, Abu Daud No. 3063, dan lain-lain (Saltanera, 2015). Dengan perkataan lain, hadis
tersebut memiliki syahid dan mutabi (Mardiana
& Darmalaksana, 2020).
Hadis
riwayat Ahamd No. 2817 pada mulanya dhaif karena tidak memenuhi syarat shahih.
Sebab, ada dua orang periwayat, yakni Simak bin Harb bin Aus dan Syarik bin
‘Abdullah bin Abi Syarik dinilai negatif menurut komentar ulama. Namun, hadis
tersebut memiliki syahid dan mutabi sehingga derajatnya naik
menjadi hasan li ghairihi. Sebagaimana hadis shahih, hadis hasan
bersifat maqbul sebagai hujjah pengamalan Islam.
2. Pembahasan
Hadis
riwayat Ahmad No. 2817 bersifat maqbul dalam arti diterima sebagai
dalil. Dikisahkan Nabi Saw. membagikan beberapa uqiyah kepada
janda-janda Abdul Muththalib dari keuntungan berniaga. Uqiyah adalah sebutan
bagi sejumlah uang dirham, yaitu satu uqiyah senilai 40 dirham dalam ukuran
Hijaz (Abubakar, 2020). Hadis ini memberikan pesan bahwa
perniagaan dijalankan tiada lain untuk mengambil selisih sehingga diperoleh
keuntungan. Apabila maknanya diperluas maka untuk memperoleh keuntungan harta
hendaknya berdagang, berniaga, berwirausaha atau menjalankan enterpreneurship.
Selebihnya, keuntungan harta melalui aktivitas enterpreneurship dapat
dibagikan kepada orang-orang yang tidak mampu secara finansial, dan lebih
jauhnya lagi berperan untuk menumbuhkan perekonomian. Pada sisi ini, teks hadis
riwayat Ahmad No. 2817 layak diterima untuk spirit, motivasi, membangkitkan
jiwa, berniat secara sungguh-sungguh, bertindak kreatif, melakukan berbagai
inovasi, dan berorientasi pada pengembangan dunia kewirausahaan.
Hasil
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Salsabila, H., Firdaus, M. Y., &
Masrur, A. (2021) menyatakan, al-Qur’an menurut Tafsir al-Misbah memberikan
pesan untuk senantiasa bekerja keras, berinovasi, dan memanfaatkan fasilitas
untuk produktivitas (Salsabila et al., 2021). Petunjuk al-Qur'an ini dipertegas
lagi dalam hadis Ahmad No No. 2817 yang merupakan keteladanan Nabi Muhammad Saw.
sebagai enterpreneur yang sukses (Gusriani & Faulidi, 2017). Apabila generasi muda muslim di
Indonesia bertekad untuk bangkit menjadi enterpreneur, maka akan
mengejar ketertinggalan dari Singapura yang wirausahawannya telah mencapai
tujuh persen dari jumlah penduduknya, dimana Indonesia baru mencapai tiga
persen (Wulandari et al., 2021). Bukan hal yang mustahil al-Qur'an dan
hadis menjadi insipirasi, visi, dan strategi pengembangan enterpreneurship
di tanah air, hal ini mengingat penduduk muslim merupakan mayaroritas di
Indonesia (Qoni’ah, 2022).
Umat Islam Indonesia, khususnya kalangan khawas, memiliki kewajiban
menggali rahasia-rahasia Ilahi di dalam Teks Suci (al-Qur'an dan hadis)
berkenaan dengan kesejahteraan menjadi nilai-nilai, prinsip, dan postulat
transformasi ekonomi di masa depan. Di samping itu, kaum khawas muslim memiliki
kewajiban mencermati, mendeteksi, dan memahami gejala, fenomena, dan
bentuk-bentuk perilaku ekonomi untuk dikonfirmasikan ke dalam postulat-postulat
ekonomi Islam hingga menghasilkan konsep, manajemen, dan konstruksi enterpreneurship
berprinsip Islam (Darmalaksana, 2022a). Sebuah prinsip yang ilahiah,
profetik, universal, etis, maslahat, implementatif, kreatif, inovatif, dan
solutif dalam persaingan secara sehat di dunia global. Apabila terumuskan
dengan baik, strategis, dan profesional, maka enterpreneurship Islam
memiliki peluang besar dalam “melawan” ekonomi kapitalistik dan sosialistik untuk
berdiri di tengah-tengah secara moderat sebagai alternatif bentuk enterpreneurship
masa depan. Oleh karena itu, generasi muda muslim hendaknya segera mengisi
peluang besar ini untuk mengukir kembali peradaban ekonomi Islam di masa
keemasan (Rahmah & Idris, 2019) yang sendi-sendinya telah dibangun
oleh Rasulullah Saw. sejak masa Jahiliyah.
Era
kecerdasan dan era kemajuan digital sekarang ini mesti menjadi momentum
pertumbuhan enterpreneurship Islam. Hadis-hadis tidak boleh hanya
menjadi "artefak" di dalam tumpukan kitab-kitab hadis. Sebab,
hadis-hadis adalah rekam jejak sejarah Rasulullah Saw. dalam realitas nyata
yang sudah semestinya terus mengalir dalam kanal kehidupan umat hingga sekarang
dalam wujud sunnah yang dinamik, inklusif, fleksibel, adaptif, transformatif,
mencerahkan, dan harus menyelesaikan masalah. Transmisi hadis semestinya tidak
terhenti pasca hadis-hadis dibukukan dalam kitab-kitab hadis pada abad ke 8
silam (Soetari, 2005). Sebab, ekonomi Islam tidak mungkin
merujuk pada kitab Karl Marx tentang teori ekonomi politiknya (Kambali, 2017). Daripada itu, tidak mungkin
ujar-ujaran Max Weber sepenuhnya dianut tentang tindakan ekonomi, yakni
upaya memenuhi kebutuhan, termasuk di dalamnya upaya menguasai sumber
daya ekonomi dan mencari keuntungan (Rofi’ah & Munir, 2019). Jauh sebelumnya, kanjeng Nabi
Muhammad Saw. telah melakukan praktik ekonomi secara populis, non-eksploitatif,
dan mengubah tradisi Jahiliyah yang rakus, tampak, dan menciptakan budak-budak
tanpa hati dan perasaan (Gusriani & Faulidi, 2017). Di era revolusi industri yang penuh
dengan disrupsi dan ketidakpastian ekonomi sekarang ini, Islam sudah seharusnya
tampil sebagai soko guru enterpreneurship di bidang industri kreatif, start-up,
dan lain-lain.
Berdasarkan
paparan di atas, hadis Riwayat Ahamd No. 2817 bukan saja maqbul,
melainkan ma’mul bih. Nabi Saw bersabda: “Aku tidak akan membeli suatu
perniagaan yang aku tidak mendapatkan keuntungannya” (H.R. Ahamd No. 2817). Bagi
pencapaian keuntungan material diharapkan umat muslim, khususnya generasi muda,
berusaha menggiatakan entrepreneurship.
Kesimpulan
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa status kesahihan hadis riwayat
Ahmad No.
2817 mengenai entrepreneurship dinilai
sebagai hasan
li ghairihi.
Pembahasan penelitian ini menjelaskan bahwa hadis Riwayat Ahamd No. 2817 bersifat
maqbul ma’mul bih untuk digunakan sebagai motivasi, kreativitas,
inovasi, dan pengembangan bidang entrepreneurship. Penelitian
ini diharapakan bermanfaat sebagai pengayaan khazanah pengetahuan seputar entrepreneurship
menurut hadis.
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam melakukan syarah
hadis tanpa menyertakan tinjauan sebab wurud
serta analisis secara mendalam, sehingga hal ini menjadi peluang penelitian
lebih lanjut dengan menerapkan analisis secara lebih komprehensif. Penelitian
ini merekomendasikan kepada lembaga ekonomi Islam untuk mengembangkan bidang entrepreneurship.
Daftar
Pustaka
Abubakar, A. (2020). Mahar sebagai Wasa’il
Maqasid al-Tabi’ah. ADHKI: Journal of Islamic Family Law, 2(2),
107–127.
Darmalaksana, W. (2018). Paradigma Pemikiran Hadis. JAQFI:
Jurnal Aqidah Dan Filsafat Islam, 2(1), 95–106.
Darmalaksana, W. (2020). Prosiding Proses Bisnis Validitas
Hadis untuk Perancangan Aplikasi Metode Tahrij. Jurnal Ushuluddin UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 1, 1–7.
Darmalaksana, W. (2022a). Filsafat dan Politik Hukum Islam
Perbankan Syariah. Sentra Publikasi Indonesia.
Darmalaksana, W. (2022b). Panduan Penulisan Skripsi dan
Tugas Akhir. Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Darmalaksana, W., Pahala, L., & Soetari, E. (2017).
Kontroversi Hadis sebagai Sumber Hukum Islam. Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama
Dan Sosial Budaya, 2(2), 245–258.
Darwis, M. (2017). Entrepreneurship dalam Perspektif Islam:
Meneguhkan Paradigma Pertautan Agama Dengan Ekonomi. IQTISHODUNA: Jurnal
Ekonomi Islam, 6(1), 190_221-190_221.
Gusriani, R. Y., & Faulidi, H. (2017). Dakwah dalam
Bisnis dan Enterpreneur Nabi Muhammad SAW. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah,
11(21).
Kambali, M. (2017). Kritik Ekonomi Islam terhadap Pemikiran
Karl Marx tentang Sistem Kepemilikan dalam Sistem Sosial Masyarakat. JES
(Jurnal Ekonomi Syariah), 2(1).
Mardiana, D., & Darmalaksana, W. (2020). Relevansi Syahid
Ma’nawi dengan Peristiwa Pandemic Covid-19: Studi Matan Pendekatan Ma’anil
Hadis. Jurnal Perspektif, 4(1), 12–19.
Muchson, M., & MM, S. E. (2017). Entrepreneurship
(Kewirausahaan). Guepedia.
Qoni’ah, R. (2022). Tantangan dan Strategi Peningkatan Ekspor
Produk Halal Indonesia di Pasar Global. Halal Research Journal, 2(1).
Rahmah, N., & Idris, M. (2019). Masa Keemasan Keuangan
Islam (Perspektif Sejarah). Jurnal Ekonomi Bisnis Syariah, 2(1),
1–21.
Rofi’ah, K., & Munir, M. (2019). Jihad Harta dan
Kesejahteraan Ekonomi pada Keluarga Jamaah Tabligh: Perspektif Teori Tindakan
Sosial Max Weber. Justicia Islamica, 16(1), 193–218.
Salsabila, H., Firdaus, M. Y., & Masrur, A. (2021).
Entrepreneurship from The Perspective of Tafsir al-Misbah. Gunung Djati
Conference Series, 4, 177–187.
Saltanera. (2015). Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam.
Lembaga Ilmu Dan Dakwah Publikasi Sarana Keagamaan, Lidwa Pusaka.
https://store.lidwa.com/get/
Sari, D. P. (2017). Berpikir Matematis dengan Metode
Induktif, Deduktif, Analogi, Integratif dan Abstrak. Delta-Pi: Jurnal
Matematika Dan Pendidikan Matematika, 5(1).
Soetari, E. (1994). Ilmu Hadits. Amal Bakti Press.
Soetari, E. (2005). Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan
Dirayah. Mimbar Pustaka.
Soetari, E. (2015). Syarah dan Kritik Hadis dengan Metode
Tahrij: Teori dan Aplikasi (2nd ed.). Yayasan Amal Bakti Gombong Layang.
UIN Sunan Gunung Djati Bandung. (2020). Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi. UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Wijayanti, R. (2018). Membangun Entrepreneurship Islami dalam
Perspektif Hadits. Cakrawala: Jurnal Studi Islam, 13(1), 35–50.
Wulandari, D., Adinugraha, H. H., Safii, M. A., Mutaqin, S.,
& Andrean, R. (2021). Berwirausaha Trendy Melalui Digitalisasi Fotocopy. Dinamisia:
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(3), 678–685.